Kamis, 26 Maret 2015

Gunung Iya, Nusa Tenggara Timur

Flores adalah pulau di kawasan timur Indonesia dan memilki banyak gunung yang ideal untuk kegiatan hiking bahkan termasuk terbaik di Indonesia. Di Flores terdapat sekira 11 gunung api aktif dan sejumlah kerucut gunung api tidak aktif. Gunung api yang aktif di pulau ini di antaranya adalah Kelimutu, Egon, Poco Ranakah, Lewotobi, dan Gunung Iya. Berbicara gunung api di Flores, kebanyakan orang mungkin lebih mengenal Kelimutu berikut danaunya yang fenomenal, yaitu Danau Kelimutu atau dikenal juga dengan nama lain Danau Tiga Warna. Akan tetapi, selain gunung ini sebenarnya ada gunung api lain yang layak untuk disambangi dan tentunya menantang untuk didaki, yaitu Gunung Iya. Gunung menawan ini lokasinya sekira 7 kilometer dari pusat Kota Ende, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Gunung Iya merupakan salah satu gunung api di Flores yang termasuk ke dalam bagian dari jalur vulkanik Banda. 


Berada paling selatan dari gugusan gunung api di Flores, gunung berketinggian sekira 655 m dpl ini berdiri tak jauh dari Gunung Roja dan Gunung Meja. Kedua gunung ini disebut-sebut sebagai penghalang atau pelindung bagi Kota Ende atas dampak langsung letusan Gunung Iya. Gunung Roja yang membentang dari timur ke barat disebut-sebut sebagai penahan lajunya aliran produk letusan Gunung Iya ke arah utara dan timurlaut. Produk letusan tersebut  terutama berupa awan panas. Sementara, Gunung Meja (Gunung Pui) diperkirakan dapat menahan lajunya awan panas Gunung Iya ke arah timurlaut Kota Ende. Adapun jenis erupsi Gunung Iya berdasarkan data geologi dan sejarahnya adalah erupsi eksplosif dan efusif. Erupsi jenis tersebut berpotensi menghasilkan endapan piroklastik dan lava. Aktivitas erupsi Gunung Iya disertai awan panas, aliran piroklastik, jatuhan piroklastik, lontaran bom vulkanik, lontaran batu pijar, hujan abu lebat, dan aliran lava (bahaya primer) serta longsor atau lahar (bahaya sekunder). 


Status Gunung Iya kini dinyatakan aktif normal dan merupakan gunung stratovolcano yang terakhir kali meletus tahun 1969. Tercatat dalam sejarah, Gunung Iya telah meletus sebanyak 8 kali, yaitu tahun 1671, 1844, 1867, 1868, 1871, 1882, 1953, dan 1969. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tenggang waktu antar satu letusan dan letusan berikutnya berkisar antara 1 sampai 173 tahun. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian, siklus aktifitas erupsi Gunung Iya terjadi rata-rata 17 sampai 20 tahun sekali. Terhitung sejak letusan terakhir tahun 1969, Gunung Iya sudah tidur lebih dari 40 tahun. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa letusan selanjutnya akan menjadi letusan yang sangat dahsyat. Apalagi diprediksi bahwa rekahan di kawah gunung yang dalam dan aktif mengeluarkan asap fumarol diprediksi berpotensi menimbulkan longsoran besar dan tsunami. Untuk itu, pemantauan terhadap aktifitas gunung ini perlu diperhatikan dan dilakukan secara intensif. Pusat pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Iya berada di Pos Pengamatan Gunung Iya yang terletak di Tewejangga, Kampungbaru. Tewejangga berada tepat di sebelah utara Gunung Iya.


KEGIATAN
Trekking atau hiking tentu menjadi kegiatan yang cukup menantang dalam menaklukan Gunung Iya. Mendaki Gunung Iya dapat saja lebih berbahaya dan sulit dibanding mendaki Kelimutu. Meski ketinggiannya lebih rendah dibanding Kelimutu tetapi jalur pendakian Gunung Iya  terbilang cukup jauh dan berbahaya sebab terdapat jalur yang tidak rata (banyak terdapat jalur rekahan yang dalam). Jalur ini cukup berbahaya (terutama saat menuruni gunung) terlebih bagi yang tidak mengenal medan. Oleh karena itu, pendakian hendaknya didampingi pemandu atauguide berpengalaman saat mendaki Gunung Iya. Puncak Gunung Iya dapat dicapai dari tiga titik awal pendakian. Jalur pertama dan yang paling sering dipilih para pendaki adalah memulai pendakian di Kampung Rate. Kampung Rate dapat ditempuh dengan berkendara dari Kota Ende. Jalur titik ini melintasi jalur punggungan bagian utara Gunung Iya dengan kemiringan jalur tempuh sekira 30-40 derajat. Dibutuhkan sekira 3 jam mendaki untuk sampai di puncak atau bibir kawah. Jalur kedua dimulai dari pelabuhan Ende menggunakan perahu sampai di kaki barat Gunung Iya. Dari kaki gunung bagian barat ini, pendakian dapat ditempuh dalam waktu lebih singkat, yaitu sekira 2 jam. Akan tetapi, jalur ini meliputi pendakian melalui lereng terjal dengan kemiringan 40-60 derajat. Jalur pendakian lainnya dapat dimulai dari Kampung Arubara yang berada di lereng tenggara Gunung Meja. Dari Kota Ende, perjalanan menuju Arubara juga dapat ditempuh dengan berkendara baik motor atau mobil. Apabila mengambil jalur ini, pendaki akan juga melintasi Gunung Roja untuk sampai ke Kawah 1. Durasi tempuh jalur ini relatif lebih lama, yakni sekira 4 jam namun medan pendakiannya tidak terlalu sulit. Setibanya di puncak gunung, pemandangan alam di sekitar yang sungguh memesona mampu membayar kelelahan setelah mendaki gunung yang terbilang tidak terlalu tinggi ini. Gunung Meja dan Gunung Roja yang membentang memisahkan Gunung Iya dan Kota Ende adalah pemandangan alam Flores yang layak diabadikan. Belum lagi pemandangan Kota Ende yang memang terletak tak jauh dari kaki Gunung Iya. Pastikan kamera Anda dalam kondisi prima demi mengabadikan bentang alam yang memesona dari puncak Gunung Iya.


TIPS
Tidak disarankan mendaki Gunung Iya tanpa pemandu atau guideberpengalaman. Mengingat gunung ini tidak terlalu tinggi, pastikan Anda menggunakan sunblock atau topi karena di beberapa jalur pendakian, Matahari terasa sangat menyengat. Oleh karena itu, pendakian sebaiknya dimulai sejak pagi hari.  Suhu udara juga terbilang panas terutama saat bukan musim hujan. Bawalah persedian air yang banyak dan makanan ringan secukupnya.  Bawa dan kenakan pakaian yang nyaman dengan sepatu yang cocok untuk melintasi jalur pendakian yang tidak mudah dan mulus.


BERKELILING
Selama berada di Flores, tentu Anda tak ingin melewatkan potensi wisata lainnya di pulau ini. Apalagi, saat Anda menginap di Ende, terdapat sejumlah lokasi tujuan wisata andalan tak jauh dari sana. Sebut saja Taman Nasional Kelimutu. Selain berfungsi sebagai kawasan hutan lindung, taman nasional yang kaya aneka ragam flora dan fauna (beberapa terbilang langka dan endemik Flores) ini juga terbuka untuk kebutuhan wisata alam, rekresasi, pengamatan flora dan fauna, bahkan penelitian. Paling populer dari kawasan ini tentu saja keberadaan Gunung dan Danau Kelimutu yang melegenda sebab keunikan warna yang berubah-ubah tanpa bisa diprediksi perubahan warnanya.  Di Kota Ende sendiri, terdapat sejumlah tujuan wisata yang layak disambangi.Rumah Pengasingan Soekarno misalnya, akan membawa Anda pada ingatan dan wisata sejarah tentang seorang pendiri Negara Indonesia. Tak jauh dari rumah yang ditempati Soekarno selama 4 tahun, tampak sebuah pohon sukun dimana Soekarno kerap duduk dibawahnya dan merenungkan dasar Negara. Oleh karenanya, tak berlebihan apabila Rahim Pancasila adalah juga sebutan bagi Kota Ende. Selain itu, di Kota Ende terdapat pula Museum Bahari Ende. Desa tradisional Desa Moni dan Desa Wolotopo yang masing-masing memiliki potensi yang berbeda dan menarik juga layak masuk dalam agenda tujuan wisata Anda selama di Flores. Untuk info lengkap tentang potensi wisata masing-masing desa, silakan klik tautan desa-desa tersebut.


TRANSPORTASI
Untuk mendaki Gunung Iya, Kota Ende dapat dijadikan sebagai basis awal perjalanan atau sebagai tempat untuk beristirahat dan mendapatkan penginapan. Menuju Kota Ende dapat dicapai dengan memilih beberapa pilihan jalur perjalanan baik udara maupun laut. Apabila terbang dari Jakarta, Surabaya, Bali atau kota besar lainnya maka tujuan penerbangan Anda baiknya adalah ke Kupang terlebih dulu. Dari Kupang berikutnya penerbangan dilanjutkan menuju Ende sekira 40 menit.  Untuk jalur laut menuju Ende, terdapat sejumlah kapal-kapal penumpang dari Bali, Surabaya, dan Semarang yang terhubung langsung ke Kota Ende. Dari Ende, Anda dapat menyewa atau menggunakan jasa ojek untuk mencapai titik awal pendakian di Kampung Rate atau Kampung Arubara. Dari sana, siapkan stamina Anda untuk mendaki gunung dengan kemiringan jalur pendakian sekira 30-60 derajat selama beberapa jam pendakian. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar