Jauh dari rentetan hotel berbintang, restoran mewah, padatnya lalu lintas, hiburan malam, ataupun titik berselancar, ada kedamaian yang ditawarkan di wilayah Bali bagian utara. Itu berupa desa sempurna untuk tujuan ekowisata dan budaya. Desa Les namanya,belokasi di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali, desa ini merupakan salah satu dari 51 desa pesisir yang terdapat di sembilan kecamatan Buleleng. Bisa dibayangkan berapa besar kekayaan laut yang dimiliki wilayah ini. Nelayan Desa Les mayoritas mencari ikan hias untuk menghidupi keluarga mereka sejak lebih dari 30 tahun lalu. Awalnya alat yang digunakan berupa jaring, lalu beralih menggunakan potas atau bius untuk meningkatkan kemampuan mencari ikan seiring banyaknya permintaan ikan hias. Oleh karena potas terbukti menyebabkan 70 persen terumbu karang di Desa Les rusak, akhirnya mereka mempelajari cara tangkap ikan yang ramah lingkungan.
Digagas oleh Yayasan Bahtera Nusantara pada awal 2000, nelayan Desa Les dibekali penanganan menangkap ikan menggunakan jaring penghalang dan jaring kecil, serta dibantu oleh sebuah ember. Kekhawatiran nelayan bahwa hasil tangkapan akan berkurang karena metode baru ini, ternyata tidak terbukti. Bahkan ikan hias yang didapat memiliki kualitas yang jauh lebih baik, tingkat kematiannya pun rendah. Melihat prospek baik tersebut, seluruh nelayan Desa Les berangsur-angsur meninggalkan cara tangkap potas dan membentuk kelompok nelayan Mina Bhakti Soansari yang melarang keras penggunaan potas.
Desa Les patut menjadi inspirasi dan dikenang kearifan lokalnya karena menaungi masyarakat-masyarakat yang menghargai alam. Kini desa wisata ini merupakan tempat menyelam yang menarik. Terumbu karang yang dahulu rusak sekarang telah tumbuh menjadi barisan hard dan soft coral yang indah, ikan-ikan yang cantik pun kembali berdatangan untuk menghiasi alam bawah lautnya. Tidak hanya penghasil ikan hias, nelayan di sana juga bekerja keras menghasilkan garam yang sudah diekspor ke Jepang, Australia, dan Amerika. Desa Les memiliki sekira 20 petani yang berkontribusi memproduksi ratusan ton garam di Kabupaten Buleleng.
Hanya di kabupaten ini juga, garam diproduksi dengan bentuk piramida yang unik. Mengupas Desa Les dari sisi budaya pun tak kalah menarik. Di antara banyak desa di Bali, Les merupakan salah satu yang masih melestarikan upacara pemakaman metuun, walaupun sebagian kecil sudah menggunakan tradisi ngaben. Metuunmenurut masyarakat setempat berasal dari kata tuwun dengan awalan ma, artinyamenghadap turun. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, ke depan atau ke belakang. Masyarakat Les memaknainya sebagai upacara yang dilangsungkan sesederhana mungkin. Upacara metuun umumnya mengambil waktu yang sama dengan ngaben, hanya saja ada beberapa proses yang dihindari, tempat penyelenggaraannya pun biasanya cukup di pekarangan rumah. Ciri utama metuun adalah menggunakan babi jantan sebagai bagian dari seserahan banten bebangkit, fungsinya untuk memanggil kehadiran Hyang Pitara. Metuun tidak menggunakan bade atau rangka menara yang ada pada upacara ngaben.
TRANSPORTASI
Desa Les terletak di timur Kabupaten Buleleng, sekira 38 kilometer dari Kota Singaraja dan 50 kilometer dari kawasan Lovina. Rute tercepat dari Denpasar menuju ke sini adalah melewati Ubud, Anda akan terbebas dari lalu lintas yang sibuk di selatan Bali dan berpindah merasakan hawa yang sejuk di kawasan Gunung Batur. Perjalanan dilanjutkan menuju arah Kintamani dan ketika melewati Desa Lateng, ikuti tanda yang menujukkan ke arah Bondalem. Dari situ Anda akan mendapati perkebunan cengkeh dan jeruk, kemudian menuruni pegunungan menuju wilayah Tejakula dimana Desa Les berada. Alternatif lain adalah melalui Kota Singaraja, anda dapat sekaligus mengunjungi beberapa tempat wisata menarik seperti Kebun Raya Eka Karya (Bedugul Botanical Garden), Air Terjun Git-Git, Pemandian Air Sanih, dan masih banyak lagi.
KEGIATAN
Pesisir pantai di Desa Les bukanlah tempat yang dipenuhi turis-turis, kursi santai, ataupun pedagang yang menawarkan aneka makanan dan minuman. Anda hanya akan mendapati ombak dengan suara tenang yang kadang memercik jika terhempas batu-batu. Pinggiran pantai dihiasi pohon palem dan perahu nelayan tradisional khas Bali. Saat senja, perahu-perahu tersebut akan membentuk siluet indah bertatapan langsung dengan garis cakrawala, jangan terlewat mengabadikan momen itu dengan kamera Anda.
Anda dapat ikut mempelajari proyek penyelamatan terumbu karang yang dilakukan oleh nelayan, dengan cara berenang ataupun snorekeling untuk menilik langsung kehidupan bawah lautnya. Desa Les masih memiliki komunitas budaya yang aktif, Anda bisa mengunjungi Pura Puseh, Pura Dalem Meraje Pati dan Pura Bale Agung di waktu-waktu tertentu untuk melihat tradisi upacara. Pura Puseh merupakan pusat tempat peribadatan bagi banyak desa, Pura Dalem Meraje Pati sering digunakan untuk pemakaman, sementara Pura Bale Agung kerap difungsikan untuk pertemuan sosial penduduk desa setempat. Rasakan damainya alam Desa Les dalam perjalanan hiking di sepanjang lereng Gunung Batur dan Hutan Bangli, di sana terdapat Air Terjun Yeh Mampeh atau yang lebih akrab disebut Air Terjun Les. Yeh Mampeh artinya air terbang karena ketinggian air terjun tersebut mencapai 30 meter. Untuk menikmati seluruh perjalanan ini, Anda bisa menghubungi Desa Les Holiday dihttp://www.desalesholiday.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar